Kita tahu, shalat tidak bisa dilakukan tanpa wudhu. Maka setiap kali akan shalat, kita pun berwudhu. Apabila ibadah rukun yang utama seperti shalat menjadi tidak sah bila wudhunya salah, bukankah seharusnya kita merenungkan lebih dalam: apa sebenarnya wudhu itu?
Kata wudhu berasal dari kata wadha’a – yadhiu yang berarti bersinar. Itulah sebabnya, wudhu yang kita lakukan minimal lima kali sehari akan menjadi cahaya bagi kita di hari kiamat. Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam akan mengenali umat beliau dari sinar anggota tubuh yang sering dibasuh saat wudhu.
Selain itu, wudhu juga membersihkan tubuh kita dari kuman dan kotoran yang menempel. Bahkan, lebih dari itu, wudhu membersihkan dosa-dosa kecil yang kita lakukan sehari-hari.
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الوُضُوءَ، خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ” ( رواه مسلم )
Dari Ustman bin Affan ra berkata : Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa berwudhu dan memperbagus wudhunya , maka keluarlah dosa-dosanya dari seluruh tubuhnya bahkan sampai dari bawah kukunya”. (HR Muslim)
Masya Allah, betapa besar keutamaan wudhu. Setiap kali kita berwudhu, dosa-dosa berguguran bersama tetesan airnya. Subhanallah.
Wudhu yang Menghapus Dosa
Lalu, bagaimana wudhu yang dapat menggugurkan dosa-dosa kita? Mari kita simak hadits riwayat Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berikut:
عَنْ حَمرْاَن مَوْلَى عُثْمَان بن عَفَّان أَنَّهُ رَأَى عُثْمان دَعَا بِوَضُوْءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثَ مَرَّات , ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِيْنَهُ فِي الْوَضُوْءِ , ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَ اسْتَنْشَقَ وَ اسْتَنْسَرَ , ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا , وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثًا , ثُم َّمَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ ُّغَسَلَ كِلْتَا رِجْلَيْهِ ثَلَاثًا , ثّمَّ قَالَ : رَأَيْتُ النّبِي َصلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِي هَذَا وَقَالَ : مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِيْ هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْن ِلاَ يُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Dari Hamran mantan budak Utsman bin Affan, bahwasanya dia melihat Ustman membawa air wudhu lalu menuangkan diatas kedua tangannya dari bejananya dan membasuh kedua tangannya 3 kali, kemudian memasukkan tangan keduanya di air wudhu, kemudian berkumur-kumur , memasukkan air dan mengeluarkannya dari hidung, kemuadian membasuh wajahnya tiga kali, dan kedua tangannya hingga siku-sikunya tiga kali, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kedua kakinya tiga kali, kemudian beliau berkata : saya melihat Nabi shalallahu alaihi wasalam berwudhu seperti wudhuku ini, dan beliau bersabda : barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat dan tidak berbicara diantara keduanya, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu“. (HR Bukhari no. 164, Muslim no. 226)
Dari hadist ini maka cara wudhu yang bisa menghantarkan terhapusnya dosa adalah sebagai berikut.
- Membasuh kedua telapak tangan terlebih dahulu.
- Berkumur dan memasukkan air ke hidung lalu mengeluarkannya.
- Membasuh wajah tiga kali.
- Membasuh kedua tangan sampai siku-siku tiga kali.
- Mengusap kepala.
- Menurut Imam Ahmad dan Imam Malik: mengusap seluruh kepala dari depan hingga ujung belakang.
- Menurut Imam Abu Hanifah: mengusap setidaknya seperempat kepala.
- Menurut Imam Syafi’i: yang penting ada bagian kepala yang diusap, baik sebagian maupun keseluruhan.
- Membasuh kedua kaki hingga mata kaki.
- Melakukan semuanya dengan tartib (berurutan).
- Melakukan shalat sunnah wudhu.
Kaidah Penting dalam Fiqh
Dalam masalah fiqh, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar. Sebab fiqh lahir dari ijtihad para ulama mu’tabar, yaitu ulama yang memenuhi syarat berijtihad. Dalam proses ijtihad, perbedaan bisa muncul karena beragam faktor: ada yang berbeda dalam memahami nash, ada yang menilai kekuatan hadits dengan cara berbeda, atau ada yang menggunakan kaidah ushul fiqh yang berbeda pula. Karena itu, hasil ijtihad di antara ulama mu’tabar tidak membatalkan ijtihad ulama lainnya.
Di sinilah kita mengenal istilah rajih (pendapat yang lebih kuat) dan marjuh (pendapat yang lebih lemah). Penilaian apakah suatu pendapat termasuk rajih atau marjuh pun merupakan bagian dari pandangan para ulama kibar (yaitu ulama besar yang diakui keilmuannya di tengah umat). Keduanya (rajih dan marjuh) sama-sama lahir dari ijtihad ulama mu’tabar, sehingga tetap sah untuk diamalkan. Yang lebih utama tentu beramal dengan pendapat yang rajih. Namun demikian, kita tetap harus menghargai dan tidak boleh menyalahkan orang yang mengamalkan pendapat marjuh. Wallahu a‘lam.
Pentingnya Menyempurnakan Wudhu
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam sangat menekankan kesempurnaan wudhu. Beliau bersabda:
وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celakalah tumit-tumit (yang tidak terbasuh air wudhu) dengan api neraka.” (HR. Bukhari no. 60 dan Muslim no. 241)
Hadits ini bukan hanya untuk kaki, tapi berlaku bagi semua anggota wudhu. Artinya, jangan sampai ada bagian tubuh yang wajib dibasuh namun tidak terbasuh sempurna.
Maka, mari kita jaga dan sempurnakan wudhu kita. Karena dengan wudhu yang baik, bukan hanya tubuh kita yang bersih, tapi dosa-dosa pun terhapus, dan kelak menjadi cahaya di hadapan Allah. Semoga bermanfaat.
Referensi : Umdatul ahkam, Salsabil fii ma’rifati dalil, Riyadhussalihin

