Pada dasarnya, tidak ada manusia yang menginginkan celaka. Setiap orang, baik yang beriman kepada Allah maupun yang kufur, mendambakan keselamatan. Hanya saja, sebagian manusia keliru dalam memahaminya: sesuatu yang disangka menyelamatkan, justru menjerumuskannya pada kebinasaan.
Allah subhānahu wa ta‘ālā berfirman:
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌۭ وَلَا بَنُونَ (٨٨) إِلَّا مَنْ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلْبٍۢ سَلِيمٍۢ (٨٩)
“(Yaitu) pada hari ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. Asy-Syu‘ara [26]: 88-89)
Dalam ayat ini Allah subhānahu wa ta‘ālā menegaskan bahwa yang menyelamatkan manusia bukanlah harta benda ataupun keturunan. Keselamatan sejati, baik di dunia maupun terlebih di akhirat, hanya diperoleh oleh mereka yang datang dengan qolbun salīm — hati yang selamat.
Lalu, seperti apa ciri hati yang selamat itu? Mari kita renungi bersama, sambil bermuhasabah (introspeksi diri) apakah hati kita sudah termasuk di dalamnya.
1. Selalu Bertafakur dengan Alam Sekitar
Hati yang selamat selalu mengajak pemiliknya untuk berpikir dan merenungi ciptaan Allah. Alam sekitar menjadi bahan renungan yang menghadirkan kekaguman. Misalnya awan — bentuknya indah dan beragam, melebihi karya seni siapa pun. Keindahan itu menuntun kita untuk mengenal Sang Pencipta , Allah subhānahu wa ta‘ālā — inilah yang disebut ma‘rifatullah.
Allah subhānahu wa ta‘ālā berfirman:
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَـٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱلْفُلْكِ ٱلَّتِى تَجْرِى فِى ٱلْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٍۢ فَأَحْيَا بِهِ ٱلْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍۢ وَتَصْرِيفِ ٱلرِّيَـٰحِ وَٱلسَّحَابِ ٱلْمُسَخَّرِ بَيْنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ لَـَٔايَـٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan muatan yang bermanfaat bagi manusia, apa yang Allah turunkan dari langit berupa air lalu dengan itu Dia hidupkan bumi setelah mati (gersang), dan Dia tebarkan di dalamnya segala jenis makhluk, serta pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi—sungguh semua itu tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 164)
2. Yakin kepada Allah
Dengan memperhatikan dan merenungkan alam sekitar, hati yang selamat akan semakin yakin bahwa semua ciptaan memiliki Pencipta, yaitu Allah subhānahu wa ta‘ālā. Keyakinan itu pun melahirkan amal nyata: tunduk dan beribadah hanya kepada-Nya.
Allah subhānahu wa ta‘ālā berfirman:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (٢١) ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ فِرَٰشًۭا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءًۭ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۭ فَأَخْرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزْقًۭا لَّكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا۟ لِلَّهِ أَندَادًۭا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٢)
“Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan, langit sebagai atap, menurunkan air dari langit lalu menumbuhkan dengan itu buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian. Maka janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 21-22)
Sebaliknya, hati yang tidak selamat adalah hati yang ragu atau bahkan membangkang meskipun tahu adanya Sang Pencipta. Ia terjerumus ke dalam kesyirikan—baik berdoa kepada selain Allah maupun tunduk pada aturan yang menyelisihi syariat Allah. Na‘ūdzubillāhi min dzālik.
3. Menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai Penunjuk Jalan
Dalam perjalanan dunia, kita sering menggunakan Google Maps sebagai penunjuk arah agar selamat sampai tujuan. Begitu pula dalam kehidupan: kita sedang menempuh perjalanan panjang menuju surga, tempat yang belum pernah kita kunjungi. Namun, bekal menuju surga bukan Google Maps, melainkan Al-Qur’an dan Sunnah.
Allah subhānahu wa ta‘ālā berfirman:
إِنَّ هَـٰذَا ٱلْقُرْءَانَ يَهْدِى لِلَّتِى هِىَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًۭا كَبِيرًۭا
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar,” (QS. Al-Isra’ [17]: 9)
Rasulullah shollallāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik)
Adapun hati yang celaka adalah hati yang mengikuti langkah-langkah setan dan tunduk pada hawa nafsu. Mereka akan menyesal di hari dimana penyesalan tidak lagi berguna.
Allah subhānahu wa ta‘ālā berfirman:
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِى ٱلنَّارِ يَقُولُونَ يَـٰلَيْتَنَآ أَطَعْنَا ٱللَّهَ وَأَطَعْنَا ٱلرَّسُولَا۠
“(Ingatlah) pada hari ketika wajah mereka dibalikkan ke dalam neraka, mereka berkata: ‘Aduhai, andai dulu kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul.’” (QS. Al-Ahzab [33]: 66)
Penutup
Itulah sebagian tanda qolbun salīm—hati yang selamat—yang akan mengantarkan kita kepada keselamatan di dunia dan kebahagiaan abadi di akhirat. Semoga Allah subhānahu wa ta‘ālā menjadikan hati kita termasuk di dalamnya. Āmīn.
Wallāhu a‘lam.
Marāji‘ (Referensi): Kitab Al-Iman karya ‘Abdul Majid Az-Zindani

