Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dengan tujuan yang mulia. Bahkan sebelum kita lahir ke dunia, Allah Ta’ala telah mengambil persaksian kita untuk mengakui-Nya sebagai Tuhan. Perjanjian ini diikrarkan ketika kita masih berada di sulbi Nabi Adam `alaihissalam.
Allah Ta’ala mengingatkan hal ini dalam firman-Nya:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَـٰذَا غَـٰفِلِينَ (١٧٢) أَوْ تَقُولُوٓا۟ إِنَّمَآ أَشْرَكَ ءَابَآؤُنَا مِن قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةًۭ مِّنۢ بَعْدِهِمْ ۖ أَفَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ ٱلْمُبْطِلُونَ (١٧٣) وَكَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلْـَٔايَـٰتِ وَلَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (١٧٤)
172. Dan (ingatlah), ketika Tuhan-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, 173. atau agar kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” 174. Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS. Al-A’raf [7]: 172-174)
Surat Al-A’raf ayat 172 ini menjelaskan bahwa Allah Ta’ala mengambil kesaksian dengan pertanyaan, “Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, “بَلَىٰ شَهِدْنَآ – Betul, Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi“. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi siapa pun di hari kiamat untuk mengingkari atau berdalih bahwa mereka tidak mengetahui tentang keesaan Allah subḥānahu wa ta‘ālā.
Pelajaran yang dapat kita ambil dalam ayat ini adalah sebagai berikut:
1. Mengingat dan Mematuhi Perjanjian dengan Allah Ta’ala
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa perjanjian ini adalah bukti bahwa manusia telah mengakui keesaan Allah sejak awal. Artinya, kita sudah berjanji bahwa hanya Allah yang berhak mengatur kehidupan kita.
Karena itu, kita harus selalu mengingat perjanjian tersebut dengan cara beribadah kepada Allah semata dan menjauhi syirik. Perbuatan syirik adalah dosa besar yang tidak akan diampuni jika dibawa mati.
2. Bahaya Menyekutukan Allah Ta’ala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عن أنس بن مالك رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : يقال للرجل من أهل النار يوم القيامة : أريت لو كان ما على الأرض من شيئ مفتديا به ؟ قال : نعم فيقول : قد أردت منك أهون من ذلك و قد اخذت عليك في ظهر آدم أن لا تشرك بي شيئا فأبيت إلا أن تشرك بي ( أخرجاه في الصحيحين )
“Dari Anas bin Malik ra dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : dikatakan kepada seseorang daripenghuni neraka pada hari kiamat : bagaimana pendapatmu seandainya kamu mempunyai sesuatu sebesar bumi, apakah kamu akan menebus siksa neraka dengannya? lelaki itu berkata : iya, maka Allah berfirman : sungguh aku menginginkan yang lebih ringan dari itu, telah aku minta perjanjian terhadapmu ketika kamu ada dipunggung Adam agar kamu tidak berbuat syirik kepadaku dengan sesuatupun, tapi kamu enggan dan tetap menyekutukanku.” (Dalam shahihain, HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa dosa syirik tidak bisa ditebus, meskipun dengan harta sebesar isi bumi. Orang yang meninggal dalam keadaan musyrik tidak akan diampuni dan akan kekal di neraka. Na’udzubillahi min dzalik.
3. Allah Ta’ala Mengetahui Segala Sesuatu tentang Manusia sejak awal Penciptaan
Sejak awal, Allah sudah mengetahui segala hal tentang hamba-Nya: nasib, rezeki, amal, dan akhir kehidupan.
Namun, hal ini bukan berarti kita boleh pasrah tanpa usaha. Suatu ketika para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Ya Rasulullah, jika segala sesuatu sudah ditentukan, apakah kita tidak cukup pasrah saja?”
Beliau menjawab: “Beramallah, karena setiap orang akan dimudahkan menuju apa yang telah ditetapkan baginya. Barang siapa ditetapkan sebagai penghuni surga, maka ia akan dimudahkan menuju amal-amal surga. Dan barang siapa ditetapkan sebagai penghuni neraka, maka ia akan dimudahkan menuju amal-amal neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka kewajiban kita adalah terus berusaha menjadi hamba yang taat, beramal shalih, dan senantiasa berharap husnul khatimah.
Wallahu a’lam.
Referensi: Ma’arijul Qabul karya As-syaikh Hafidz bin Ahmad al Hakimi

