Lompat ke konten
Layanan dan Program UPZ Abdurrahman Assanad - Abdurrahman As-Sanad Jati Mulur Sukoharjo
Akhlak Amalan Pemberat Timbangan Ust Husein

Akhlak – Amalan Pemberat Timbangan

Salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap Muslim adalah iman kepada hari akhir. Di antara bentuk keimanan kepada hari akhir ialah percaya dan yakin akan adanya Mīzān (timbangan amal) pada hari kiamat kelak.

Kita semua tentu mengharapkan agar timbangan amal kebaikan kita lebih berat daripada keburukan, sehingga Allah ﷻ memasukkan kita ke dalam surga-Nya dengan rahmat-Nya yang luas.

Di antara amalan setelah amalan wajib yang dapat memberatkan timbangan amal di hari kiamat adalah akhlak yang baik.

Akhlak Baik: Amalan Terberat di Timbangan

Rasūlullāh ﷺ bersabda:

مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

“Tidak ada sesuatu yang lebih berat di timbangan seorang hamba pada hari kiamat daripada akhlak yang baik.” (HR. Abū Dāwūd dan at-Tirmiżī)

Dalam riwayat lain disebutkan: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”

Subḥānallāh — ternyata ukuran terbaik seorang mukmin bukan pada banyaknya ilmu atau rajinnya ia beribadah sunnah, melainkan pada baiknya akhlak.

Dua hadis di atas menunjukkan bahwa setelah amalan-amalan wajib, perkara terpenting yang harus diperhatikan seorang mukmin adalah perbaikan akhlak.

Maka, sudahkah kita menjadi orang beriman yang berakhlak baik?

Mengenali Akhlak Diri

Untuk menilai seperti apa akhlak kita sesungguhnya, ada beberapa cara yang bisa dilakukan:

1. Bertanya kepada orang terdekat yang jujur

Mintalah penilaian dari teman atau sahabat dekat yang mengenal kita dengan baik. Jika mereka menilai kita baik — insyā Allah demikian adanya. Namun jika sebaliknya, maka itulah cerminan diri yang sebenarnya.

Bagi yang telah berkeluarga, pasangan (suami atau istri) adalah cermin terdekat. Sudahkah kita bertanya bagaimana penilaian pasangan terhadap akhlak kita?

Rasūlullāh ﷺ menjadi teladan terbaik; seluruh istri beliau sepakat bahwa akhlak beliau adalah yang paling mulia.

2. Mintalah penilaian dari orang yang tidak menyukai kita

Musuh biasanya jujur dalam menilai kekurangan kita. Namun, jika seseorang yang tidak menyukai kita tetap mengakui kebaikan akhlak kita, maka itulah bukti kebaikan yang nyata.

Seperti halnya Nabi Muhammad ﷺ — diakui kawan maupun lawan sebagai sosok yang berakhlak mulia. Kaum Quraisy tidak menolak karena akhlak beliau, melainkan karena risalah yang beliau sampaikan.

3. Rutin menghadiri majelis ilmu

Hadirilah majelis ilmu, khususnya yang membahas hal-hal haram dan halal serta masalah akhlak. Dengan menghadiri majelis, kita akan mendapatkan nasihat, keteladanan, dan bimbingan dari para ulama salaf dalam beradab.

4. Membaca dan mempelajari sīrah Nabi serta kisah para sahabat

Dengan mempelajari perjalanan hidup mereka, kita dapat mengukur diri kita dibandingkan dengan generasi terbaik umat ini.

Diriwayatkan bahwa ‘Abdullāh bin al-Mubārak pernah diajak berkumpul bersama orang-orang di masjid, namun beliau menjawab:

“Aku ingin berkumpul bersama para sahabat Nabi, dengan membaca dan mempelajari perjalanan mereka.”

Setelah menempuh empat cara ini, jangan lupakan satu hal terpenting: Berdoalah agar Allah ﷻ menganugerahkan kepada kita akhlak yang baik.

Inti dari Akhlak yang Baik: Ihsan

Inti dan dasar dari seluruh akhlak mulia terletak pada satu kata penuh makna: Ihsan. Rasūlullāh ﷺ bersabda:

عن أبي يعلى شداد بن أوس رضي الله عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إن الله كتب الإحسان على كل شيئ، فإذا قتلتم فأحسنوا قالو و إذا ذبحتم فأحسنوا السبحة وليحد أحدكم شفرته وليرح ذببحته. ( وراه مسلم)

“Dari Abu Ya’la Syadad bin Aus radhiallahu anhu dari Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda : Sesungguhnya Allah telah mewajibkan Ihsan atas segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh, lakukanlah dengan cara yang baik; dan apabila kalian menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik pula. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan menenangkan hewan sembelihannya.” (HR. Muslim)

Perhatikan sabda beliau: “Sesungguhnya Allah mewajibkan Ihsan atas segala sesuatu.”

Kalimat yang singkat namun sarat makna. Ini berarti, kita diperintahkan berbuat Ihsan dalam segala hal, dari perkara yang kecil hingga yang besar. Jika terhadap hewan saja kita diperintahkan untuk berbuat Ihsan, maka terlebih lagi terhadap sesama manusia.

Allah ﷻ berfirman:

الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ

“Dialah yang telah berbuat Ihsan terhadap segala ciptaan-Nya.” (QS. As-Sajdah: 7)

Seluruh ciptaan Allah adalah bentuk sempurna dari Ihsan — tiada kekurangan dan kelemahan sedikit pun. Subḥānallāh, sungguh Allah Mahaindah dan mencintai keindahan. Mahasuci Allah yang telah menjadikan segala ciptaannya dengan ihsan.

Muhasabah Diri

Jika Allahﷻ mencintai sikap Ihsan, maka tentu Dia juga mencintai orang-orang yang berbuat Ihsan.

وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat Ihsan.” (QS. Āli ‘Imrān: 134)

Maka, marilah sejak hari ini kita jadikan akhlak Ihsan sebagai bagian dari kehidupan kita sehari-hari, agar kita termasuk orang yang dicintai Allah ﷻ dan amal kita menjadi berat di timbangan akhirat.

Berbuatlah Ihsan dalam segala hal:

  • Ihsan dalam ibadah,
  • Ihsan kepada kedua orang tua,
  • Ihsan kepada pasangan dan anak-anak,
  • Ihsan kepada guru dan murid,
  • Ihsan kepada tetangga,
  • Ihsan dalam perkataan dan perbuatan.

Mulailah dari diri sendiri — ibda’ binafsi — jangan menunggu orang lain untuk berubah.

Semoga dengan berbuat Ihsan, kita tergolong sebagai hamba yang dicintai Allah ﷻ, berat timbangan amalnya, dan kelak dikaruniai keberuntungan besar: masuk ke dalam surga-Nya yang penuh kenikmatan. Āmīn yā Rabbal ‘ālamīn .

Sumber: Akhlāqul Mu’min, Syaikh ‘Amr Khalid

Pengampu Ta’limul Kitab Ma’had Abdurrahman As-Sanad.

Alumni Mulazamah di Ma’had ‘Aly Darul Wahyain, Magetan.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *